Monday, February 16, 2009

Pulau Batu Atas Bergeser

Bagaimana jika posisi daratan ataupun pulau yang anda pijak begeser didalam peta? Tentunya anda tidak akan terima bukan? Suatu saat saya menemukan sebuah kasus mengenai hal tersebut. Kebetulan saya memiliki beberapa seri data Rupa Bumi Indonesia (RBI) pulau Buton dan sekitarnya yang saya peroleh dari beberapa kolega. Dan katanya, data RBI tersebut berasal dari Bakosurtanal, instansi yang bertanggung jawab terhadap standarisasi survey dan pemetaan nasional. Saat akan menggunakannya, saya menemukan bahwa ada satu pulau yang bergeser dan tidak matching ketika melakukan overlay. Ya, pulau itu adalah Pulau Batu Atas yang secara administratif terletak di Kabupaten Buton, Prov. Sulawesi Tenggara. Posisinya yang masuk dalam jajaran pulau kecil karena letaknya yang berada ditengah-tengah Laut Flores membuat pulau ini seakan terlupakan.

Gambar tersebut diatas menunjukkan vektor disebelah utara Pulau Buton. Terlihat Batu Atas terletak sangat dekat dengan Siompu.

Sepintas tidak akan terlihat kejanggalan dari peta diatas. Tapi coba perhatikan jika peta tersebut dioverlaykan dengan citra. Akan tampak pergeseran yang saya maksudkan diatas.















[+/-] Selengkapnya...

Friday, February 13, 2009

Perubahan Iklim dan Sirkulasi Laut

Setelah sekian lama fakum entah karena melakoni peran sok sibuk ataukah mood menulis yang tak kunjung datang akhirnya blog ini baru sempat update lagi. Maklumlah saat ini saya harus dihadapkan oleh desakan untuk mengajukan draf proposal tesis (emangnya nyusun draf proposal membuat orang sibuk ya…???) yang topiknya pun blom saya dapatkan. Hehehe….(ada yang mau nyumbang ide gak?). Tapi, ah sudahlah mungkin saya butuh sedikit waktu dan ketenangan agar bisa konsentrasi menentukan topik penelitian yang akan saya lakukan nanti .Blom lagi kesibukan pekerjaan yang rasanya gak pernah ada habisnya. Cieee….Sok sibuk bgt gue….Loh, kok jadi curhat gini ya…Ok..Ok..Sebetulnya saat inipun saya lagi gak mood nulis, tetapi karena paksaan yang datang dari dalam diri sendiri bahwa blog ini harus update maka saya memaksakan diri untuk nulis. So, maaf ya klo terkesan tidak fokus. Udah ah pengantarnya, jangan panjang-panjang. Ntar pembacanya keburu muak. Hehehe..
But, anyway... Sebetulnya saat ini saya sedang tertarik untuk memahami fenomena climate change yang sampai saat ini masih tetap booming sebagai world issue. Rupanya issue yang satu ini tidak lagi menjadi issue dikalangan para scientist saja tetapi telah melebar menjadi konsumsi publik dan masuk kedalam jajaran issue politik, sosial, ekonomi bahkan budaya.

Berbagai laporan dan hasil publikasi ramai menulis kesimpulan para ahli yang menyatakan bahwa perubahan iklim dunia disebabkan oleh kegiatan manusia seperti konsumsi bahan bakar fosil yang berlebihan. Peningkatan penggunaan kendaraan, listrik dan plastik yang berlebihan serta perusakan hutan yang sedang terjadi saat ini. Pemanasan global diindikasikan dengan adanya perubahan cuaca yang ekstrim dan bencana alam dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (kesimpulan diatas saya sadur dari prakata Adaptation Booklet Indonesia yang diterbitkan oleh FoE Jepang – Yayasan BINTARI yang salah satu penulisnya adalah Dr. Rizaldi Boer dosen kami sewaktu kuliah dulu). Tetapi bagaimana jika fenomena ini kita telusuri dari sudut pandang ilmu kelautan? (menurut saya ini topik menarik loh….)
Beberapa literatur mengatakan bahwa laut dan iklim adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Namun demikian dinamika atmosfer, lautan dan daratan adalah hubungan yang sangat kompleks dan begitu rumit. Mungkin Secara ringkas dapat digambarkan bahwa hubungan tersebut dibangun atas dasar hukum fisika yakni suhu dan perpindahan panas. Laut dan daratan adalah fluida yang berbeda dalam hal kapasitas menyimpan panas.
Peningkatan suhu air (lautan) berlangsung lebih lambat, tetapi air dapat menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan. Hal ini terjadi karena air mempunyai panas spesifik yang tinggi. Panas spesifik adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 gram air sebesar 1 ˚C. Angin yang berhembus melewati bentangan permukaan air dapat menghambat peningkatan atau penurunan suhu udara secara drastis pada wilayah daratan disekitarnya. Oleh sebab itu, iklim diwilayah kepulauan atau dekat pantai akan lebih sejuk untuk daerah tropis dan lebih hangat untuk wilayah lintang diutara Tropic of Cancer (misalnya bagian utara pantai barat Amerika Serikat dan Kanada) atau diselatan Tropic of Capricorn (misalnya kepulauan Selandia Baru). Lebih lanjut perbedaan menyimpan dan melepaskan panas tersebut akan berpengaruh terhadap sirkulasi angin dunia yang akhirnya akan mempengaruhi sirkulasi laut.
Sirkulasi laut adalah pergerakan massa air di laut. Sirkulasi laut di permukaan dibangkitkan oleh stres angin yang bekerja di permukaan laut dan disebut sebagai sirkulasi laut yang dibangkitkan oleh angin (wind driven ocean circulation). Selain itu, ada juga sirkulasi yang bukan dibangkitkan oleh angin yang disebut sebagai sirkulasi termohalin (thermohaline circulation) dan sirkulasi akibat pasang surut laut..
Sirkulasi di permukaan membawa massa air laut yang hangat dari daerah tropis menuju ke daerah kutub. Di sepanjang perjalanannya, energi panas yang dibawa oleh massa air yang hangat tersebut akan dilepaskan ke atmosfer. Di daerah kutub, air menjadi lebih dingin pada saat musim dingin sehingga terjadi proses sinking (turunnnya massa air dengan densitas yang lebih besar ke kedalaman). Hal ini terjadi di Samudera Atlantik Utara dan sepanjang Antartika. Air laut dari kedalaman secara perlahan-lahan akan kembali ke dekat permukaan dan dibawa kembali ke daerah tropis, sehingga terbentuklah sebuah siklus pergerakan massa air yang disebut Sabuk Sirkulasi Laut Global (Global Conveyor Belt). Semakin efisien siklus yang terjadi, maka akan semakin banyak pula energi panas yang ditransfer dan iklim di bumi akan semakin hangat. Mengenai Ilustrasi gambar Sabuk Sirkulasi Laut Global (Global Conveyor Belt) tersebut bisa dilihat disini.

Demikianlah kondisi alamiah yang disimpulkan oleh para ahli. Nah, sekarang pertanyaannya adalah bagaimana jika sirkulasi laut dan iklim ini terganggu?? Dalam konteks ini siapa yang mempengaruhi apa? Apakah sirkulasi laut mempengaruhi iklim ataukah sebaliknya perubahan iklim yang mempengaruhi sirkulasi laut? Lalu apakah perubahan iklim yanng dimaksud adalah akumulasi dinamika iklim lokal oleh karena berbagai aktivitas manusia? Pada dasarnya alam akan terus dinamis dan selalu menuju ketitik keseimbangan bila diberi perlakuan tertentu.
Melalui beberapa mekanisme interaksi fisis dan kimiawi, sirkulasi laut dapat mengubah dan mempengaruhi waktu simpan karbon dioksida yang diinjeksikan ke laut dalam, dan hal itu secara tidak langsung akan mengubah tempat penyimpanan karbon di lautan dan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, demikian dikatakan oleh Atul Jain, seorang profesor sains atmosfer. “Dimana karbon dioksida dinjeksikan akan menjadi isu yang sangat penting”.
Profesor Jain bersama mahasiswa pasca sarjananya Long Cao telah membangun sebuah model terintegrasi iklim-laut-biosfer-siklus karbon yang diberi nama Integrated Science Assessment Model yang memungkinkan untuk mengkaji secara luas interaksi fisis dan kimiawi antar komponen individual dalam sistem bumi, juga siklus karbon, perubahan iklim dan sirkulasi laut.
Menurut Jain, pemahaman yang baik tentang perubahan iklim, sirkulasi laut, siklus karbon di laut dan feedback mechanisms adalah sangat penting dalam membuat sebuah proyeksi yang dapat dipercaya tentang kandungan karbon dioksida di atmosfer dan akibatnya terhadap perubahan iklim. Model ini telah diuraikan/dibahas dalam Journal of Geophysical Research - Oceans edisi September 2005 dengan judul “An Earth system model of intermediate complexity: Simulation of the role of ocean mixing parameterizations and climate change in estimated uptake for natural and bomb radiocarbon and anthropogenic CO2“
Dengan menggunakan model ini, Jain dan Cao mempelajari efektivitas sequestrasi karbon di lautan dengan cara menginjeksikan karbon dioksida ke lokasi-lokasi dan kedalaman yang berbeda di dasar lautan.
Mereka menemukan bahwa perubahan iklim memiliki pengaruh yang besar terhadap kemampuan laut menyimpan karbon dioksida. Efeknya terlihat nyata terutama di Samudera Atlantik. Penemuan ini dimuat dalam journal Geophysical Research Letters edisi bulan Mei dengan judul: “Assessing the effectiveness of direct injection for ocean carbon sequestration under the influence of climate change” .
Begitu pentingnya peran laut dalam hubungannya dengan fenomena climate change. Dalam skala mikro, berbagai aktivitas manusia seperti kalimat pembuka diatas mungkin akan mempengaruhi dinamika perubahan iklim lokal suatu wilayah tertentu. Hal ini tentu sangat bergantung kepada karakteristik bentang lahan dan berbagai kondisi fisik wilayah tersebut. Tetapi dalam skala makro, tentu dinamika dan interaksi antara laut, darat dan atmosfer merupakan fenomena yang super kompleks.
Dalam Bulan Mei 2009 mendatang, akan diselenggarakan World Ocean Conference (WOC)—sebagai upaya membangun kesepakatan terhadap pemanfaatan pengelolaan sumber daya laut. Yang bertempat di Sulawesi Utara. Harapannya, semoga dalam konferensi tersebut akan dihasilkan berbagai produk kebijakan yang salah satunya membahas tentang pentingnya laut sebagai pendendali iklim dunia. Semoga saja….


[+/-] Selengkapnya...

I am mine..

My photo
bukanlah siapa-siapa.....

Arsip

Ikutan Yuk....

Stop Bugil
BlogFam Community
Indonesian Muslim Blogger

Tuker Link Yuk..

Tinta Perak Blog